PENGENDALIAN MUTU PROYEK
UTS
PENGENDALIAN MUTU PROYEK
SOAL
1. Fungsi dan lingkup kinerja
penyedia jasa,pengguna jasa dan auditorium menurut uujk No2/2017
2. Jelaskan yang dimaksud
dengan DEVIASI progress pekerjaan pada kurva S schedule proyek
3. pada pekerjaan beton
bertulang ,dikenal dengan istilah “Setting Beton” Jelaskan secara rinci hal
tersebut ,disertai gambar/ilustrasi
soal pertama.
Penjelasan tentang fungsi dan lingkup kinerja penyedia jasa,
pengguna jasa dan auditor pada UU jasa Konstruksi No.2/2017.
UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jasa Konstruksi adalah
layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi.
2. Konsultansi Konstruksi
adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian,
perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi
suatu bangunan.
3. Pekerjaan Konstruksi
adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
4. Usaha Penyediaan
Bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendiri
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan
dapat melalui pola kerja sama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan,
dan/atau meningkatkan kemanfaatan bangunan.
5. Pengguna Jasa adalah
pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi.
6. Penyedia Jasa adalah
pemberi layanan Jasa Konstruksi.
7. Sub penyedia Jasa
adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia Jasa.
8. Kontrak Kerja
Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum
antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
9. Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis keamanan,
keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan perlindungan sosial tenaga
kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
10. Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan
keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan
akhir hasil Jasa Konstruksi.
11. Sertifikat Badan Usaha adalah tanda bukti
pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha Jasa
Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi
asing.
12. Sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses
pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar
kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan/atau standar
khusus.
13. Sertifikat Kompetensi Kerja adalah tanda
bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi.
14. Tanda Daftar Usaha Perseorangan adalah izin
yang diberikan kepada usaha orang perseorangan untuk menyelenggarakan kegiatan
Jasa Konstruksi.
15. Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya
disebut Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk
menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang
dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.
BAB IV
USAHA JASA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Struktur Usaha Jasa Konstruksi
Struktur Usaha Jasa Konstruksi
Paragraf 1
Umum
Umum
Pasal 11
Struktur usaha Jasa Konstruksi meliputi:
jenis, sifat, klasifikasi, dan layanan usaha; dan
bentuk dan kualifikasi usaha.
Paragraf 2
Jenis, Sifat, Klasifikasi, dan Layanan Usaha
Jenis, Sifat, Klasifikasi, dan Layanan Usaha
Pasal 12
Jenis usaha Jasa Konstruksi meliputi:
usaha jasa Konsultansi Konstruksi;
usaha Pekerjaan Konstruksi; dan
usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi.
Pasal 13
Sifat usaha jasa Konsultansi Konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf a meliputi:
umum; dan
spesialis.
Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
arsitektur;
rekayasa;
rekayasa terpadu; dan
arsitektur lanskap dan perencanaan wilayah.
Klasifikasi usaha jasa Konsultansi Konstruksi yang bersifat
spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
konsultansi ilmiah dan teknis; dan
pengujian dan analisis teknis.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi
Konstruksi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
pengkajian;
perencanaan;
perancangan;
pengawasan; dan/atau
manajemen penyelenggaraan konstruksi.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh jasa Konsultansi
Konstruksi yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
survei;
pengujian teknis; dan/atau
analisis.
Pasal 14
Sifat usaha Pekerjaan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf b meliputi:
umum ; dan
spesialis.
Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
bangunan gedung; dan
bangunan sipil.
Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi yang bersifat
spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:
instalasi;
konstruksi khusus;
konstruksi prapabrikasi;
penyelesaian bangunan; dan
penyewaan peralatan.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi
yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
pembangunan;
pemeliharaan;
pembongkaran; dan/atau
pembangunan kembali.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi
yang bersifat spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi
pekerjaan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya.
Pasal 15
Klasifikasi usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c meliputi:
bangunan gedung; dan
bangunan sipil.
Layanan usaha yang dapat diberikan oleh Pekerjaan Konstruksi
terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
rancang bangun; dan
perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.
Pasal 16
Perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha Jasa Konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 dilakukan dengan
memperhatikan perubahan klasifikasi produk konstruksi yang berlaku secara internasional
dan perkembangan layanan usaha Jasa Konstruksi.
Pasal 17
Kegiatan usaha Jasa Konstruksi didukung dengan usaha rantai
pasok sumber daya konstruksi.
Sumber daya konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diutamakan berasal dari produksi dalam negeri.
Bagian Kelima
Pengembangan Usaha Jasa Konstruksi
Pengembangan Usaha Jasa Konstruksi
Pasal 36
Pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 dapat dilakukan melalui Usaha Penyediaan Bangunan.
Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas Usaha Penyediaan Bangunan gedung dan Usaha Penyediaan Bangunan
sipil.
Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibiayai melalui investasi yang bersumber dari:
Pemerintah Pusat;
Pemerintah Daerah;
badan usaha; dan/atau
masyarakat.
Perizinan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Usaha Penyediaan Bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bagian Keenam
Pengembangan Usaha Berkelanjutan
Pengembangan Usaha Berkelanjutan
Pasal 37
Setiap badan usaha Jasa Konstruksi harus melakukan
pengembangan usaha berkelanjutan.
Pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk:
meningkatkan tata kelola usaha yang baik; dan
memiliki tanggung jawab profesional termasuk tanggung jawab
badan usaha terhadap masyarakat.
Pengembangan usaha berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh asosiasi badan usaha Jasa Konstruksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan usaha
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB V
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
Bagian Kesatu
Umum
Umum
Pasal 38
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi terdiri atas penyelenggaraan
usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan.
Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau melalui pengikatan Jasa Kontruksi.
Penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian
penyediaan bangunan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha Jasa
Konstruksi yang dikerjakan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
penyelenggaraan Usaha Penyediaan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Kedua
Pengikatan Jasa Konstruksi
Pengikatan Jasa Konstruksi
Paragraf 1
Pengikatan Para Pihak
Pengikatan Para Pihak
Pasal 39
Para pihak dalam pengikatan Jasa Konstruksi terdiri atas:
Pengguna Jasa; dan
Penyedia Jasa.
Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
orang perseorangan; atau
badan.
Pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan
berdasarkan prinsip persaingan yang sehat dan dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan.
Pasal 40
Ketentuan mengenai pengikatan di antara para pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai hukum keperdataan kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang ini.
Paragraf 2
Pemilihan Penyedia Jasa
Pemilihan Penyedia Jasa
Pasal 41
Pemilihan Penyedia Jasa hanya dapat diikuti oleh Penyedia
Jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai
dengan Pasal 34.
Pasal 42
Pemilihan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan Negara dilakukan dengan cara
tender atau seleksi, pengadaan secara elektronik, penunjukan langsung, dan
pengadaan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tender atau seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui prakualifikasi, pascakualifikasi, dan tender cepat.
Pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan metode pemilihan Penyedia Jasa yang sudah tercantum dalam
katalog.
Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam hal:
penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan
masyarakat;
pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh
Penyedia Jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang
hak;
pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan
dan keselamatan negara;
pekerjaan yang berskala kecil; dan/atau
kondisi tertentu.
Pengadaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk paket dengan nilai tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kondisi tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf e dan nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
Pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam
pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan dengan mempertimbangkan:
kesesuaian antara bidang usaha dan ruang lingkup pekerjaan;
kesetaraan antara kualifikasi usaha dan beban kerja;
kinerja Penyedia Jasa; dan
pengalaman menghasilkan produk konstruksi sejeni
Dalam hal pemilihan penyedia layanan jasa Konsultansi
Konstruksi yang menggunakan tenaga kerja konstruksi pada jenjang jabatan ahli,
Pengguna Jasa harus memperhatikan standar remunerasi minimal.
Standar remunerasi minimal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 44
Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2)
dilarang menggunakan Penyedia Jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk
kepentingan umum tanpa melalui tender atau seleksi, atau pengadaan secara
elektronik.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan Penyedia Jasa dan
penetapan Penyedia Jasa dalam hubungan kerja Jasa Konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 3
Kontrak Kerja Konstruksi
Kontrak Kerja Konstruksi
Pasal 46
Pengaturan hubungan kerja antara Pengguna Jasa dan Penyedia
Jasa harus dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Bentuk Kontrak Kerja Konstruksi dapat mengikuti perkembangan
kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencakup
uraian mengenai:
para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;
rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci
tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu
pelaksanaan;
masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan
dan pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa
untuk memperoleh hasil Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi
ketentuan yang diperjanjikan, serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh
informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan layanan Jasa
Konstruksi;
penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban
mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat;
cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna
Jasa dalam melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di
dalamnya jaminan atas pembayaran;
wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal
salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata
cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang
pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya
kewajiban salah satu pihak;
keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang
timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi
salah satu pihak;
Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban
Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu
pertanggungjawaban Kegagalan Bangunan;
pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para
pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan
pekerja, memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang
menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam
pemenuhan ketentuan tentang lingkungan;
jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum
kepada pihak lain dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari
Kegagalan Bangunan; dan
pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontrak
Kerja Konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian
insentif.
Pasal 48
Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,
Kontrak Kerja Konstruksi:
untuk layanan jasa perencanaan harus memuat ketentuan
tentang hak kekayaan intelektual;
untuk kegiatan pelaksanaan layanan Jasa Konstruksi, dapat
memuat ketentuan tentang Subpenyedia Jasa serta pemasok bahan, komponen
bangunan, dan/atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku; dan
yang dilakukan dengan pihak asing, memuat kewajiban alih
teknologi.
Soal Kedua :
Penjelasan tentang DEVIASI Progress Pekerjaan Pada Kurva S
Schedule Proyek.
jawab
kurva S sendiri merupakan kurva yang munghubungkan antara
persentase pekerjaan yang dicapai dengan waktu pekerjaan. Kurva S Pengandali
ini akan menggambarkan hubungan atau penjumlahan antara kemajuan pelaksanaan
pekerjaan secara kumulatif (dalam persen 0% - 100%) pada sumbu Y dan waktu
pelaksanaan pekerjaan. Pada sumbu X atau suatu kemajuan kumulatif pekerjaan
terhadap waktu pelaksanaan.
kurva S diperlukan sebagai pedoman dalam melakukan aktifitas
pembangunan agar dapat berjalan tepat waktu. Selain itu, kurva S juga digunakan
sebagai acuan dalam merencanakan biaya proyek dan sebagai informasi untuk
mengontrol pelaksanaan suatu proyek dengan cara membandingkan deviasi antara
kurva rencana dengan kurva realisai. Jika terjadi deviasi, maka segera
dilakukan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Sebab
deviasi ini sangatlah erat sekali hubungannya dengan kurva S maupun time
Schedule dalam suatu proyek sering kali muncul permasalahan-permasalahan
semacam itu.
Deviasi itu sendiri merupakan penyimpangan yang
terjadi terhadap peraturan-peraturan yang berlaku pada suatu pekerjaan
konstruksi yang menyebabkan suatu pekerjaan proyek konstruksi mengalami
keterlambatan dalam pengerjaannya sehingga dibutuhkan penambahan progress untuk
mengejar keterlambatan tersebut dengan mengubah beberapa item perencanaan untuk
menangani persoalan yang terjadi sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang
berlaku.
Soal ketiga :
Pada pekerjaan beton bertulang, dikenal istilah “Setting
Beton”, jelaskan secara rinci hal tersebut dan disertai gambar/ilustrasi.
jawab
Setting beton (pencetakan beton/pengerasan beton) adalah
beton basah yang mulai mengeras seiring berjalannya waktu yang disebabkan oleh
kelembaban dalam campuran diserap oleh agregat, sebagian campuran ini diuapkan
karena iklim dan sebagian lagi digunakan dalam reaksi hidrasi antara semen dan
air. Akhirnya, beton akan terbentuk atau sepenuhnya mengeras, inilah yang
dimaksud dengan setting beton. Beton ini harus memiliki sifat berbagai bantalan
beban dan daya tahan termasuk perubahan volume (penyusutan beton) dalam
kriteria yang sesuai.
Jika beton mulai mengeras atau mulai kadaluarsa, beton ini
tidak dapat digunakan. Sehingga, beton harus dicor sebelum mulai mengeras, yang
biasanya akan memakan waktu sekitar 1 jam setelah pencampuran beton selesai.
Dalam industri beton siap pakai yang membutuhkan waktu untuk transportasi,
biasanya ditambahkan campuran untuk menunda pengerasan beton. Ini akan
memperpanjang waktu pengerasan beton basah sekitar 2-4 jam untuk transportasi
dari pabrik ke lokasi konstruksi.
Untuk pengerjaan dan perbaikan jalan, dapat menggunakan
Jayamix Fast Setting Concrete yang didesain untuk struktur yang perlu digunakan
cepat dalam jangka waktu kurang dari 24 jam setelah pengecoran dan mencapai
kuat tekan di waktu yang singkat.
Ilusrasi-ilustrasi setting beton pada saat pengerjaan beton bertulang sebagai berikut :
ketika pengerjaan kolom dan balok pada bangunan
ketika pengecoran sloof
pengecoran lantai suatu bangunan
Semuanya itu setelah dilakukan pengecoran, ketika proses
pengerasan akan dilakukan proses setiing beton jika ditemukan hal-hal yang
mengganggu proses pengerasan pada beton. sehingga tidak terjadi kesalahan pada
saat pencetakan atau pengecoran beton tersebut dan tidak mengurangi fungsi dan
kekuatan dari beton itu sendiri.
M. ody darmawan
( 417110086 )
6C
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
Komentar
Posting Komentar